Disudut kota, ku merenung
Sendiri
ditepian jalan bus kota
Entahlah,
membaca buku suatu kenikmatan dalam menjalani pikiran imajinasi
Terbiasa membaca novel beraliran romansa percintaan anak remaja, bahkan tentang suatu hakikat dari kehidupan
Aku adalah anak remaja yang akan menjadi kepompong,
lalu akan terbang menjadi kupu-kupu indah nun
gagah
Namun, ada yang mengganjal di lubuk
hati
Tanpa bunyi bel melodi classic yang
menyejukkan hati
Terkadang
bingung dan merenung menjadi suatu kebiasaan yang beda tipis
Bingung dengan
hati, teruntuk siapakah hati ini tertuju
Merenung,
beberapa kali kegagalan untuk mencari kekosongan di hati
Berawal dari
mata tak mesti harus cinta
Bertegur sapa tak menentukan kita
suka
Entahlah, hati tak tentu akan merasakan suatu kenyamanan yang menyamankan diri
Ketika, dipandang merasa nyaman
Ketika berbincang merasa ada kegundahan yang tak bisa diucapkan dengan hanya sebatas bicara
Semua berasa
asam, tanpa ada manisnya
Semesta
mungkin memberikan suatu kemisteriusannya
Semesta
mungkin menyembunyikan butiran kasih untukku sebelumnya
Garis waktu
masih enggan mempertemukan titik tanpa koma
Untuk perempuan yang antah berantah,
cepatlah bertemu dengan sang puan
Sang puan terlalu menyelami dalam kehampaannya
Cepatlah isi hati lembayungnya, agar
bisa kau ajak melihat mentari
Maupun senja yang megah itu
Bersama, dengan riuh tawa nantinya, disapa senjani yang menanti malam untuk menyatukan rasa-
-Retorika Hati